“My choice of Muhammad to lead the list of
the world's most influential persons may surprise some readers and may be
questioned by others, but he was the only man in history who was supremely
successful on both the religious and secular level.”
Michael H. Hart, dalam bukunya The 100, “A Ranking of the Most
Influential Persons in History”
“Pernah saya bertanya-tanya
siapakah tokoh yang paling mempengaruhi manusia. Saya lebih dari yakin bahwa
bukan pedanglah yang memberikan kebesaran pada Islam pada masanya. Tapi ia
datang dari kesederhanaan, kebersahajaan, kehati-hatian Muhammad; serta pengabdian
luar biasa kepada teman dan pengikutnya, tekadnya, keberaniannya, serta
keyakinannya pada Tuhan dan tugasnya.”
Mahatma Gandhi, Dalam tulisannya di surat kabar “Young
India”
"Kalau seseorang itu
dinilai dari karya-karyanya, maka dapat kita katakan, bahwa Muhammad adalah
pribadi terbesar yang pernah dikenal sejarah."
Gustave Le Bon,Cendekiawan Perancis, 1841-1931 dalam tulisannya yang berjudul “The
Civilization of the Arabs”
“Saya yakin, apabila orang semacam Muhammad
memegang kekuasaan tunggal di dunia modern ini, dia akan berhasil mengatasi
segala permasalahan yang sedemikian rupa hingga membawa kedamaian dan
kebahagiaan yang dibutuhkan dunia. Menurutku, keyakinan yang dibawanya akan
diterima Eropa di masa datang dan memang ia telah mulai diterima Eropa saat
ini.”
Sir George
Bernard Shaw, dalam bukunya “The
Genuine Islam”
Komentar dari berbagai tokoh diluar islam yang bahkan beberapa diantara
mereka sampai akhir hidupnya tidak pernah memeluk islam memberikan arti
bahwa kehadiran Muhammad, Rasul bagi ummat islam ini bukanlah hanya
kehadiran bagi mereka pemeluk islam, tapi bagi keseluruhan ummat
manusia. Karena memang itulah sebab mengapa ia (Muhammad) diutus
Tuhannya, sebagai Rahmatan lil’alamin (Rahmat bagi seluruh alam).
Tulisan ini hanyalah sedikit diantara tulisan-tulisan yang begitu banyak
dan mendalam tentang manusia Agung ini, namun pelajaran yang tak
habis-habisnya selalu bisa dipetik dari manusia besar ini. Tulisan ini
sederhana, bahkan jauh dari sempurna, hanya ingin menghadirkan sudut
pandang tentang bagaimana Allah SWT mempersiapkan Nabinya. Itulah
sebabnya tulisan ini mencoba membedah singkat potongan pertama kehidupan
manusia agung ini, sudut pandang yang mengorek bagaimana Muhammad muda
(umur 0 – 40 tahun) menghabiskan hidupnya. Karena direntang umur inilah
ia berperan sebagai “manusia biasa” dan di rentang umur inilah nilai dan
karakter asasi kemanusiaan ditanam. Dari rentang umur inilah kita akan
belajar esensi kepemimpinan, karena kepemimpinan bukan hanya tentang
action, prestasi, atau kegemilangan, tapi yang lebih penting adalah apa
latar pendidikan, nilai, dan pengalaman yang ditempa sebelum ia naik
"tahta." Bukankah perbedaan intan dan batu bara adalah soal seberapa
besar daya tempanya.
Dimulai dari ditaqdirkannya ia sebagai seorang yatim ketika lahir.
Sedari awal ada kondisi kejiwaan yang seakan telah dipersiapkan oleh
Allah SWT agar Muhammad kecil merasakan suasana jiwa seorang anak tanpa
ayah. Disinilah kaidah kepemimpinan yang paling fundamental tertanam
dalam jiwa muhammad, grassroot understanding. Pengertian dan pemahaman
tentang nuansa jiwa pada mereka yang termarjinalkan sekaligus
bagaimana bersikap terhadap mereka, terkhusus kepada mereka yang yatim
sejak lahir. Sebuah pelajaran penting dalam kepemimpinan, dan itu
tertanam semenjak kelahirannya. Kemudian, diumur yang masih seminggu,
bayi Muhammad di asuh jauh dari kota (Makkah), di asuh oleh bani sa'ad,
tepatnya oleh wanita mulia Halimatus sa'diah. 170 km dari Makkah. Bukankah ini kaidah awal
pembentukan manusia besar, mengapa? karena sedari awal kehidupannya,
Muhammad kecil dijauhkan dari semua sifat negatif perkotaan. Di daerah
bani sa'ad, daerah pedesaan, udaranya sejuk, bahasa yang digunakan masih
belum tereduksi seperti di kota. Tentang bahasa, bukankah sejarah para
pemimpin besar dunia punya kesamaan ciri, kemampuan berbahasa yang baik
nan persuasif.
Pada umur 6 tahun menjadi lengkaplah “kesengsaraan” hidupnya, Aminah, ibundanya menghadap sang Khaliq. Tau kah kita kapan Ibunda Nabi meninggal? Saat kembali dari mengantarkan Muhammad kecil menziarahi kubur ayahnya di Madinah. Berapakah jarak makkah madinah? 490 Km. Di umur sekecil itu, Muhammad muda telah menempuh perjalanan sejauh itu tanpa alat transportasi memadai. Setelah itu, kakeknya Abdul Muthollib mengambil peranan dalam mengasuh muhammad kecil. Coach, inilah peran yang diambil oleh Abdul Muthallib. Muhammad kecil selalu diajak sang kakek dalam pertemuan-pertemuan pemimpin-pemimpin quraisy. “Biarkan, sebab ia akan menjadi orang besar dikemudian hari.” Inilah kalimat yang terlontar dari Abdul Muthallib ketika salah seorang peserta meeting Quraisy meminta Abdul Muthallib untuk tidak mengajak Muhammad kecil dalam rapat mereka. Bayangkan, bagaimana situasi jiwa seorang anak berumur 6-7 tahun (sekira anak kelas 2 SD) ketika seorang kakek sebagai teladannya, pelindungnya, pengarahnya, penyemangatnya mengucap demikian pada rapat pimpinan. The encouraging statement for him, the Young Muhammad.
Pada umur 6 tahun menjadi lengkaplah “kesengsaraan” hidupnya, Aminah, ibundanya menghadap sang Khaliq. Tau kah kita kapan Ibunda Nabi meninggal? Saat kembali dari mengantarkan Muhammad kecil menziarahi kubur ayahnya di Madinah. Berapakah jarak makkah madinah? 490 Km. Di umur sekecil itu, Muhammad muda telah menempuh perjalanan sejauh itu tanpa alat transportasi memadai. Setelah itu, kakeknya Abdul Muthollib mengambil peranan dalam mengasuh muhammad kecil. Coach, inilah peran yang diambil oleh Abdul Muthallib. Muhammad kecil selalu diajak sang kakek dalam pertemuan-pertemuan pemimpin-pemimpin quraisy. “Biarkan, sebab ia akan menjadi orang besar dikemudian hari.” Inilah kalimat yang terlontar dari Abdul Muthallib ketika salah seorang peserta meeting Quraisy meminta Abdul Muthallib untuk tidak mengajak Muhammad kecil dalam rapat mereka. Bayangkan, bagaimana situasi jiwa seorang anak berumur 6-7 tahun (sekira anak kelas 2 SD) ketika seorang kakek sebagai teladannya, pelindungnya, pengarahnya, penyemangatnya mengucap demikian pada rapat pimpinan. The encouraging statement for him, the Young Muhammad.
Babak baru kehidupan Muhammad kecil berubah ketika kebersamaan dengan
kakeknya harus berakhir ketika ia berumur 8 tahun, Abdul Muthallib
meninggal dunia. Pamannya, Abu Thalib yang menggantikan peran
pengasuhannya. Menggembala kambing adalah tugas utama Muhammad kecil
sesaat setelah pengasuhan itu pindah pada pamannya. Bisakah kau
bayangkan, anak berumur 9 tahun (sekira anak Kelas 3 SD)
mengarahkan segerombolan kambing dari satu bukit ke bukit lainnya,
skill manajemen apakah yang diperlukan? Dapatlah kau jawab sendiri.
Mugkin ini faidah dari hadits Nabi tentang menggembala kambing; “ Tidak
ada nabi, kecuali pernah menggembala kambing” (al Hadits). Sampai di
umur 9 tahun, Muhammad kecil menggali banyak pelajaran kepemimpinan;
kesadaran, pengertian, cara bersikap pada kaum marjinal, identifikasi
diri bahwa kelak ia seorang pemimpin, dan keterampilan manajemen. Tak
cukup sampai disitu, pada umur 12 tahun, saat Muhammad kecil beranjak
remaja, tugas dagang menuju negeri Syam pun dilakoninya. Negeri Syam,
sekian ratus kilometer di utara negerinya, Makkah. Inilah perjalanan
pertama Muhammad remaja keluar negeri, bertemu dengan etnis yang
berbeda, budaya yang berbeda, bahasa yang berbeda. Cukuplah kita
mengerti bahwa konsep cross cultural management itu telah dipelajari
Muhammad remaja. International experience inilah yang menjadi langkah
awal Muhammad remaja menguasai The Global Competence.
Kemampuan Muhammad remaja dibidang militer terasah ketika untuk pertama
kalinya ia bergabung dengan pasukan keamanan yang memberangus bajing –
bajing loncat yang sering merampok kafilah-kafilah dagang. Aktivitas ini
berlangsung selama 3 tahun. Terlebih pada umur ini pula Muhammad remaja
mengikuti perang fijar, pengalaman perang perdana baginya dengan tugas
mengumpulkan anak-anak panah yang berserak dimedan perang. Bisakah kau
bayangkan, pengalaman yang didapat anak muda berumur sekitar 19 tahun
ini: melihat sengitnya pertempuran, mayat-mayat bergelimpangan, kilatan
pedang, dan berbagai macam ornamen-ornamen pertempuran. Artinya,
muatan-muatan sikap keprajuritan telah tertanam pada diri muhammad
remaja. Sikap kesatria, keberanian, kecerdasan meracik strategi dalam
menyerang dan bertahan, kesiagaan, bahkan tidur yang sebentar pun telah
biasa ia lakukan. Sikap kemiliteran ini penting, bukankah ada adagium
yang mengatakan; “jika kau inginkan perdamaian, maka bersiaplah dengan
peperangan.” Muhammad remaja belajar tentang seni mengolah
ketidakteraturan, Management in Crisis.
Tumbuh dan beranjak menjadi dewasa, Muhammad muda terus menjalankan
perdagangannya, stewardship theory, mungkin inilah teori management yang
tepat untuk menjelaskan kerjasama dagang antara Khadijah dan Muhammad
muda. Kejujurannya, kesunggunhannya, ketelitiannya, kepemimpinannya,
inilah keseluruhan sikap yang membuat Khadijah betah berkongsi dagang
dengan Muhammad muda. Sampailah pada suatu saat dimana Khadijah
berkeinginan untuk menikahi Muhammad muda yang saat itu berumur 25
tahun. Singkat cerita, menikahlah mereka dengan mahar 20 ekor unta. Ini
gabungan dari sumbangan paman-pamannya dan juga simpanan dari
tabungannya. Mungkin jika dikonfersikan, 20 ekor unta setara dengan Rp.
400 juta. Dan perlu diingat, ini adalah pernikahan antara “Big
Boss” dengan karyawannya. Keluarga Muhammad tak ingin ada persepsi bahwa
ini adalah pernikahan tak se-kufu. Maka usaha memenuhi mahar sebanyak
itu wajar dilakukan keluarga besar Muhammad. Keluarga ini tumbuh dengan
harmonis. Bayangkan, ditengah kacaunya sistem sosial masyarakat makkah
ketika itu yang pelacuran, penghinaan terhadap wanita, menikah dengan
banyak wanita karena syahwat sangat mendominasi kultur masyarakat. Namun sebaliknya, Muhammad tak melakukan poligami selama 25 tahun
pernikahannya dengan Khadijah, sampai Khadijah wafat di umur 65 tahun.
Diumurnya yang menginjak 35 tahun lengkaplah kontribusi sosial yang ia curahkan pada masyarakatnya, hingga masyarakatnya pun menggelarinya “al-amin” yang terpercaya. Pelajaran berharga tentang amanah yang harus terjaga, kesetiaan, dan kemampuan bertahan ditengah budaya yang merusak tatanan keluarga mewarnai kehidupan Muhammad sampai ia tiba di umur menjelang 40 tahun, ia merasa bahwa ada sesuatu yang salah pada masyarakatnya, namun ia tak tahu cara yang tepat untuk menyelesaikannya. Maka menyendirilah ia untuk merenung. Disinilah titik tolak peradaban dunia dimulai, di kegelapan gua Hira itu, lontaran kalimat itu, “Iqra’ bismirabbikalladzi khalaq...” maka, dimulailah potongan sejarah selanjutnya kehidupan manusia agung ini. Tugasnya sebagai Nabi dan Rasul bermula dititik ini.
Diumurnya yang menginjak 35 tahun lengkaplah kontribusi sosial yang ia curahkan pada masyarakatnya, hingga masyarakatnya pun menggelarinya “al-amin” yang terpercaya. Pelajaran berharga tentang amanah yang harus terjaga, kesetiaan, dan kemampuan bertahan ditengah budaya yang merusak tatanan keluarga mewarnai kehidupan Muhammad sampai ia tiba di umur menjelang 40 tahun, ia merasa bahwa ada sesuatu yang salah pada masyarakatnya, namun ia tak tahu cara yang tepat untuk menyelesaikannya. Maka menyendirilah ia untuk merenung. Disinilah titik tolak peradaban dunia dimulai, di kegelapan gua Hira itu, lontaran kalimat itu, “Iqra’ bismirabbikalladzi khalaq...” maka, dimulailah potongan sejarah selanjutnya kehidupan manusia agung ini. Tugasnya sebagai Nabi dan Rasul bermula dititik ini.