Senin, 10 Februari 2014

Cinta itu Hadir, Tapi Datangnya munculkan Sayatan Sembilu

Ada kekosongan dalam jiwanya...
Pilu, tersayat... tapi ia pertahankan...

karena ia pertahankan cinta yg tak mungkin berujung ke pelaminan.. 
tak mungkin anak dari kecocokan jiwa itu hadir jika tak ada penyatuan fisik yang bermula disinggasana itu: pelaminan. 
Tinggalkanlah semua kemungkinan cinta yang tak berakhir dipelaminan. Karena ia adalah awal dari kekeruhan jiwa dan kerontangnya fisik.
-Salemba, 9 februari 2014 •23:44•-

Latar Depan Peradaban dan Konsepsi gerakan mahasiswa (bag.1)



Naiknya angka kelas menengah Indonesia, Industri high technology, bounderyless world, networking state, dan free market adalah fenomena masyarakat dunia mutakhir. Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia tak pelak juga merasakan efeknya, negatif ataupun positif. Pada akhirnya yang menjadi kuat dalam kompetisi global ini adalah komunitas manusia yang memenuhi empat prasyarat kekuatan, yaitu : SDM, jaringan, modal, dan teknologi. Dan apabila komunitas manusia itu adalah negara, maka prasyarat itu menjadi lima dengan tambahan kekuatan militer. Komunitas manusia yang saya maksudkan adalah organisasi. Organisasi dalam berbagai macam bentuk, mungkin Perusahaan, partai, LSM, atau bahkan negara. Sampai saat ini, organisasi terbesar yang mampu memiliki kekuatan memaksa adalah negara. Walaupun dalam prakteknya kebanyakan negara lemah dalam operasionalisasi fungsi kenegaraannya. Empat syarat kekuatan itu jika dimiliki oleh sebuah organisasi maka itu cukup untuk menjadi leader dalam sektornya, atau bahkan lintas sektor. Dalam sektor ICT (Information and Communication Technology) misalnya, ada banyak produsen atau perusahaan yang “bermain” di dalamnya. Tapi kita hanya mampu melihat hanya beberapa produsen yang mampu eksis dan meraih market share lebih ketimbang lainnya. Di kategori smartphone misalnya, kita akan mendapatkan Apple dan Samsung sebagai jawaranya.
Begitu pula dengan negara. Organisasi terbesar didunia yang memiliki peran dominan dalam mencetak peradaban masyarakatnya.  Indonesia dalam hal ini dihadapkan pada tantangan yang begitu besar dari fenomena masyarakat yang saya sampaikan di awal tulisan ini. Namun gamangnya arah pengelola negara mebuat Indonesia terseok dikancah global. Maka harus ada langkah simultan dari berbagai elemen bangsa yang memiliki kepedulian terhadap eksistensi kebangsaannya. Terlebih pemuda yang jumlahnya tak kurang dari 60 juta orang di bumi Indonesia ini harus memiliki konsepsi rekayasa yang jelas dalam memandang latar depan bangsanya. Dan pemuda harus mampu menangkap jiwa zaman (Zeit Geizt) karena kelompok inilah nukleus masyarakat baru Indonesia masa depan.
Konsepsi Gerakan
Sebelum berbicara konsepsi gerakan, maka penting bagi mahasiswa hari ini  menangkap jiwa zaman yang melekat pada Indonesia. Dengan berbagai macam fenomena yang ada maka benang merah jiwa zaman dekade ini adalah teknologi dan materi. Sehingga pendekatan rekayasa gerakan haruslah berada pada milliuatau lingkaran dua hal itu, teknologi dan materi. Teknologi dalam perspektif ini adalah tentang semua hal yang menjadikan aktivitas manusia semakin memiliki "value added" dan menjadikan peradaban manusia semakin "worthy". Sedangkan materi adalah perspektif dalam mencipta kemakmuran masyarakat.
Konsepsi  gerakan kemakmuran
Tulisan ini memfokuskan pada narasi dari salah satu jiwa zaman yang tertangkap oleh penulis yaitu tentang konsepsi gerakan kemakmuran rakyat. Dimulai dari fenomena kemiskinan yang dialami oleh masyarakat Indonesia terlebih pemerintah dengan pendekatan kebijakan pro poor nya tak mampu menyelesaikan persoalan kemiskinan. Sehingga konsepsi gerakan kemakmuran itu butuh di rekayasa diluar dari pendekatan pemerintah. Maka, penulis memiliki konsepsi tentang pembangunan masyarakat miskin dengan goal value meliputi Kekeluargaan, tanggung jawab kemandirian, kewirausahaan,dan moralitas/syariat. Konsepsi ini adalah gabungan konsep penyelesaian kemiskinan dari pendekatan pemerintah atau civil society dari beberapa negara, yaitu : Filipina, Brazil, China, Jepang, dan Bangladesh. Filipina dan Brazil dengan pendekatan kebijakan pemerintah dengan pembangunan industri padat modal, China dengan pembangunan distribusi pasar dengan konsep One Village One Product (OVOP), Jepang dengan pendekatan visi ekonomi, dan Bangladesh yang diinspirasi dari Prof. Muhammad Yunus dengan Bank bagi orang miskin atau Grameen Bank.(Lanjut bag.2)