Kamis, 09 Oktober 2014

The Young Muhammad







“My choice of Muhammad to lead the list of the world's most influential persons may surprise some readers and may be questioned by others, but he was the only man in history who was supremely successful on both the religious and secular level.”
Michael H. Hart, dalam bukunya The 100, “A Ranking of the Most Influential Persons in History”

“Pernah saya bertanya-tanya siapakah tokoh yang paling mempengaruhi manusia. Saya lebih dari yakin bahwa bukan pedanglah yang memberikan kebesaran pada Islam pada masanya. Tapi ia datang dari kesederhanaan, kebersahajaan, kehati-hatian Muhammad; serta pengabdian luar biasa kepada teman dan pengikutnya, tekadnya, keberaniannya, serta keyakinannya pada Tuhan dan tugasnya.”
Mahatma Gandhi, Dalam tulisannya di surat kabar “Young India”

"Kalau seseorang itu dinilai dari karya-karyanya, maka dapat kita katakan, bahwa Muhammad adalah pribadi terbesar yang pernah dikenal sejarah."
Gustave Le Bon,Cendekiawan Perancis, 1841-1931 dalam tulisannya yang berjudul “The Civilization of the Arabs”

“Saya yakin, apabila orang semacam Muhammad memegang kekuasaan tunggal di dunia modern ini, dia akan berhasil mengatasi segala permasalahan yang sedemikian rupa hingga membawa kedamaian dan kebahagiaan yang dibutuhkan dunia. Menurutku, keyakinan yang dibawanya akan diterima Eropa di masa datang dan memang ia telah mulai diterima Eropa saat ini.”
Sir George Bernard Shaw, dalam bukunya “The Genuine Islam”

            Komentar dari berbagai tokoh diluar islam yang bahkan beberapa diantara mereka sampai akhir hidupnya tidak pernah memeluk islam memberikan arti bahwa kehadiran Muhammad, Rasul bagi ummat islam ini bukanlah hanya kehadiran bagi mereka pemeluk islam, tapi bagi keseluruhan ummat manusia. Karena memang itulah sebab mengapa ia (Muhammad) diutus Tuhannya, sebagai Rahmatan lil’alamin (Rahmat bagi seluruh alam). Tulisan ini hanyalah sedikit diantara tulisan-tulisan yang begitu banyak dan mendalam tentang manusia Agung ini, namun pelajaran yang tak habis-habisnya selalu bisa dipetik dari manusia besar ini. Tulisan ini sederhana, bahkan jauh dari sempurna, hanya ingin menghadirkan sudut pandang tentang bagaimana Allah SWT mempersiapkan Nabinya. Itulah sebabnya tulisan ini mencoba membedah singkat potongan pertama kehidupan manusia agung ini, sudut pandang yang mengorek bagaimana Muhammad muda (umur 0 – 40 tahun) menghabiskan hidupnya. Karena direntang umur inilah ia berperan sebagai “manusia biasa” dan di rentang umur inilah nilai dan karakter asasi kemanusiaan ditanam. Dari rentang umur inilah kita akan belajar esensi kepemimpinan, karena kepemimpinan bukan hanya tentang action, prestasi, atau kegemilangan, tapi yang lebih penting adalah apa latar pendidikan, nilai, dan pengalaman yang ditempa sebelum ia naik "tahta." Bukankah perbedaan intan dan batu bara adalah soal seberapa besar daya tempanya.
 
            Dimulai dari ditaqdirkannya ia sebagai seorang yatim ketika lahir. Sedari awal ada kondisi kejiwaan yang seakan telah dipersiapkan oleh Allah SWT agar Muhammad kecil merasakan suasana jiwa seorang anak tanpa ayah. Disinilah kaidah kepemimpinan yang paling fundamental tertanam dalam jiwa muhammad, grassroot understanding. Pengertian dan pemahaman tentang nuansa jiwa  pada mereka yang termarjinalkan sekaligus bagaimana bersikap terhadap mereka, terkhusus kepada mereka yang yatim sejak lahir. Sebuah pelajaran penting dalam kepemimpinan, dan itu tertanam semenjak kelahirannya. Kemudian, diumur yang masih seminggu, bayi Muhammad di asuh jauh dari kota (Makkah), di asuh oleh bani sa'ad, tepatnya oleh wanita mulia Halimatus sa'diah. 170 km dari Makkah. Bukankah ini kaidah awal pembentukan manusia besar, mengapa? karena sedari awal kehidupannya, Muhammad kecil dijauhkan dari semua sifat negatif perkotaan. Di daerah bani sa'ad, daerah pedesaan, udaranya sejuk, bahasa yang digunakan masih belum tereduksi seperti di kota. Tentang bahasa, bukankah sejarah para pemimpin besar dunia punya kesamaan ciri, kemampuan berbahasa yang baik nan persuasif.

       Pada umur 6 tahun menjadi lengkaplah “kesengsaraan” hidupnya, Aminah, ibundanya menghadap sang Khaliq. Tau kah kita kapan Ibunda Nabi meninggal? Saat kembali dari mengantarkan Muhammad kecil menziarahi kubur ayahnya di Madinah. Berapakah jarak makkah madinah? 490 Km. Di umur sekecil itu, Muhammad muda telah menempuh perjalanan sejauh itu tanpa alat transportasi memadai.  Setelah itu, kakeknya Abdul Muthollib mengambil peranan dalam mengasuh muhammad kecil. Coach, inilah peran yang diambil oleh Abdul Muthallib. Muhammad kecil selalu diajak sang kakek dalam pertemuan-pertemuan pemimpin-pemimpin quraisy. “Biarkan, sebab ia akan menjadi orang besar dikemudian hari.” Inilah kalimat yang terlontar dari Abdul Muthallib ketika salah seorang peserta meeting Quraisy meminta Abdul Muthallib untuk tidak mengajak Muhammad kecil dalam rapat mereka. Bayangkan, bagaimana situasi jiwa seorang anak berumur 6-7 tahun (sekira anak kelas 2 SD) ketika seorang kakek sebagai teladannya, pelindungnya, pengarahnya, penyemangatnya mengucap demikian pada rapat pimpinan. The encouraging statement for him, the Young Muhammad.
           Babak baru kehidupan Muhammad kecil berubah ketika kebersamaan dengan kakeknya harus berakhir ketika ia berumur 8 tahun, Abdul Muthallib meninggal dunia. Pamannya, Abu Thalib yang menggantikan peran pengasuhannya. Menggembala kambing adalah tugas utama Muhammad kecil sesaat setelah pengasuhan itu pindah pada pamannya. Bisakah kau bayangkan, anak berumur 9 tahun (sekira anak Kelas 3 SD) mengarahkan segerombolan kambing dari satu bukit ke bukit lainnya, skill manajemen apakah yang diperlukan? Dapatlah kau jawab sendiri. Mugkin ini faidah dari hadits Nabi tentang menggembala kambing; “ Tidak ada nabi, kecuali pernah menggembala kambing” (al Hadits). Sampai di umur 9 tahun, Muhammad kecil menggali banyak pelajaran kepemimpinan; kesadaran, pengertian, cara bersikap pada kaum marjinal, identifikasi diri bahwa kelak ia seorang pemimpin, dan keterampilan manajemen. Tak cukup sampai disitu, pada umur 12 tahun, saat Muhammad kecil beranjak remaja, tugas dagang menuju negeri Syam pun dilakoninya. Negeri Syam, sekian ratus kilometer di utara negerinya, Makkah. Inilah perjalanan pertama Muhammad remaja keluar negeri, bertemu dengan etnis yang berbeda, budaya yang berbeda, bahasa yang berbeda. Cukuplah kita mengerti bahwa konsep cross cultural management itu telah dipelajari Muhammad remaja. International experience inilah yang menjadi langkah awal Muhammad remaja menguasai The Global Competence.
            Kemampuan Muhammad remaja dibidang militer terasah ketika untuk pertama kalinya ia bergabung dengan pasukan keamanan yang memberangus bajing – bajing loncat yang sering merampok kafilah-kafilah dagang. Aktivitas ini berlangsung selama 3 tahun. Terlebih pada umur ini pula Muhammad remaja mengikuti perang fijar, pengalaman perang perdana baginya dengan tugas mengumpulkan anak-anak panah yang berserak dimedan perang. Bisakah kau bayangkan, pengalaman yang didapat anak muda berumur sekitar 19 tahun ini: melihat sengitnya pertempuran, mayat-mayat bergelimpangan, kilatan pedang, dan berbagai macam ornamen-ornamen pertempuran. Artinya, muatan-muatan sikap keprajuritan telah tertanam pada diri muhammad remaja. Sikap kesatria, keberanian, kecerdasan meracik strategi dalam menyerang dan bertahan, kesiagaan, bahkan tidur yang sebentar pun telah biasa ia lakukan. Sikap kemiliteran ini penting, bukankah ada adagium yang mengatakan; “jika kau inginkan perdamaian, maka bersiaplah dengan peperangan.” Muhammad remaja belajar tentang seni mengolah ketidakteraturan, Management in Crisis.
           Tumbuh dan beranjak menjadi dewasa, Muhammad muda terus menjalankan perdagangannya, stewardship theory, mungkin inilah teori management yang tepat untuk menjelaskan kerjasama dagang antara Khadijah dan Muhammad muda. Kejujurannya, kesunggunhannya, ketelitiannya, kepemimpinannya, inilah keseluruhan sikap yang membuat Khadijah betah berkongsi dagang dengan Muhammad muda. Sampailah pada suatu saat dimana Khadijah berkeinginan untuk menikahi Muhammad muda yang saat itu berumur 25 tahun. Singkat cerita, menikahlah mereka dengan mahar 20 ekor unta. Ini gabungan dari sumbangan paman-pamannya dan juga simpanan dari tabungannya. Mungkin jika dikonfersikan, 20 ekor unta setara dengan  Rp. 400 juta. Dan perlu diingat, ini adalah pernikahan antara “Big Boss” dengan karyawannya. Keluarga Muhammad tak ingin ada persepsi bahwa ini adalah pernikahan tak se-kufu. Maka usaha memenuhi mahar sebanyak itu wajar dilakukan keluarga besar Muhammad. Keluarga ini tumbuh dengan harmonis. Bayangkan, ditengah kacaunya sistem sosial masyarakat makkah ketika itu yang pelacuran, penghinaan terhadap wanita, menikah dengan banyak wanita karena syahwat sangat mendominasi kultur masyarakat. Namun sebaliknya, Muhammad tak melakukan poligami selama 25 tahun pernikahannya dengan Khadijah, sampai Khadijah wafat di umur 65 tahun.

                Diumurnya yang menginjak 35 tahun lengkaplah kontribusi sosial yang ia curahkan pada masyarakatnya, hingga masyarakatnya pun menggelarinya “al-amin” yang terpercaya. Pelajaran berharga tentang amanah yang harus terjaga, kesetiaan, dan kemampuan bertahan ditengah budaya yang merusak tatanan keluarga mewarnai kehidupan Muhammad sampai ia tiba di umur menjelang 40 tahun, ia merasa bahwa  ada sesuatu yang salah pada masyarakatnya, namun ia tak tahu cara yang tepat untuk menyelesaikannya. Maka menyendirilah ia untuk merenung. Disinilah titik tolak peradaban dunia dimulai, di kegelapan gua Hira itu, lontaran kalimat itu, “Iqra’ bismirabbikalladzi khalaq...” maka, dimulailah potongan sejarah selanjutnya kehidupan manusia agung ini. Tugasnya sebagai Nabi dan Rasul bermula dititik ini.