Naiknya
angka kelas menengah Indonesia, Industri high
technology, bounderyless world, networking state, dan free market adalah fenomena masyarakat
dunia mutakhir. Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia tak pelak juga
merasakan efeknya, negatif ataupun positif. Pada akhirnya yang menjadi kuat
dalam kompetisi global ini adalah komunitas manusia yang memenuhi empat prasyarat
kekuatan, yaitu : SDM, jaringan, modal, dan teknologi. Dan apabila komunitas
manusia itu adalah negara, maka prasyarat itu menjadi lima dengan tambahan
kekuatan militer. Komunitas manusia yang saya maksudkan adalah organisasi.
Organisasi dalam berbagai macam bentuk, mungkin Perusahaan, partai, LSM, atau
bahkan negara. Sampai saat ini, organisasi terbesar yang mampu memiliki
kekuatan memaksa adalah negara. Walaupun dalam prakteknya kebanyakan negara
lemah dalam operasionalisasi fungsi kenegaraannya. Empat syarat kekuatan itu
jika dimiliki oleh sebuah organisasi maka itu cukup untuk menjadi leader dalam
sektornya, atau bahkan lintas sektor. Dalam sektor ICT (Information and
Communication Technology) misalnya, ada banyak produsen atau perusahaan yang
“bermain” di dalamnya. Tapi kita hanya mampu melihat hanya beberapa produsen
yang mampu eksis dan meraih market share lebih ketimbang lainnya. Di kategori
smartphone misalnya, kita akan mendapatkan Apple dan Samsung
sebagai jawaranya.
Begitu
pula dengan negara. Organisasi terbesar didunia yang memiliki peran dominan
dalam mencetak peradaban masyarakatnya.
Indonesia dalam hal ini dihadapkan pada tantangan yang begitu besar dari
fenomena masyarakat yang saya sampaikan di awal tulisan ini. Namun gamangnya arah pengelola negara mebuat Indonesia terseok dikancah global. Maka harus ada langkah
simultan dari berbagai elemen bangsa yang memiliki kepedulian terhadap
eksistensi kebangsaannya. Terlebih pemuda yang jumlahnya tak kurang dari 60
juta orang di bumi Indonesia ini harus memiliki konsepsi rekayasa yang jelas
dalam memandang latar depan bangsanya. Dan pemuda harus mampu menangkap jiwa
zaman (Zeit Geizt) karena kelompok inilah nukleus masyarakat baru Indonesia masa depan.
Konsepsi Gerakan
Sebelum
berbicara konsepsi gerakan, maka penting bagi mahasiswa hari ini menangkap jiwa zaman
yang melekat pada Indonesia. Dengan berbagai macam fenomena yang ada maka benang merah jiwa zaman dekade ini adalah teknologi dan materi. Sehingga pendekatan
rekayasa gerakan haruslah berada pada milliuatau lingkaran dua hal itu, teknologi dan materi. Teknologi dalam perspektif
ini adalah tentang semua hal yang menjadikan aktivitas manusia semakin memiliki "value added" dan menjadikan peradaban manusia semakin "worthy". Sedangkan materi adalah
perspektif dalam mencipta kemakmuran masyarakat.
Konsepsi gerakan kemakmuran
Tulisan
ini memfokuskan pada narasi dari salah satu jiwa zaman yang tertangkap oleh
penulis yaitu tentang konsepsi gerakan kemakmuran rakyat. Dimulai dari fenomena
kemiskinan yang dialami oleh masyarakat Indonesia terlebih pemerintah dengan
pendekatan kebijakan pro poor nya tak
mampu menyelesaikan persoalan kemiskinan. Sehingga konsepsi gerakan kemakmuran
itu butuh di rekayasa diluar dari pendekatan pemerintah. Maka, penulis memiliki
konsepsi tentang pembangunan masyarakat miskin dengan goal value meliputi Kekeluargaan, tanggung jawab kemandirian,
kewirausahaan,dan moralitas/syariat. Konsepsi ini adalah gabungan konsep
penyelesaian kemiskinan dari pendekatan pemerintah atau civil society dari beberapa negara, yaitu : Filipina, Brazil,
China, Jepang, dan Bangladesh. Filipina dan Brazil dengan pendekatan kebijakan
pemerintah dengan pembangunan industri padat modal, China dengan pembangunan
distribusi pasar dengan konsep One Village One Product (OVOP), Jepang dengan
pendekatan visi ekonomi, dan Bangladesh yang diinspirasi dari Prof. Muhammad
Yunus dengan Bank bagi orang miskin atau Grameen Bank.(Lanjut bag.2)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar